Kamis, 03 Desember 2009

Bail Out Century, Akal-Akalan Pemerintah Lindungi Perampok

Wednesday, 25 November 2009

MediaUmat- Alasan pemerintah dalam memberikan dana talangan kepada Bank Century (kini menjadi Bank Mutiara) terus menuai kontroversi. Ekonom dari Tim Indonesia Bangkit (TIB) Hendri Saparini dalam konferensi pers, Selasa (24/11) di Hotel Atlet Century Park Jakarta membantah argumen pemerintah yang mengaitkan krisis global dengan bail out tersebut. Ia menganggapnya sebagai akal-akalan pemerintah untuk melindungi perampok.

“Dari hasil analisis TIB kasus Bank Century tidak berkaitan dengan krisis global 2008, tetapi lebih merupakan kasus kriminal perampokan perbankan” ujar Hendri.

Kalau memang benar karena dampak krisis global seharusnya masalah yang dihadapi Century juga menimpa pada hampir seluruh bank, seperti halnya terjadi pada saat krisis ekonomi 1997-1998 lalu. “Pada saat itu hampir seluruh bank mengalami kesulitan likuiditas akibat pelarian dana ke luar negeri.” tandasnya.

Apalagi menurut laporan pemeriksaan BPK, masalah di Bank Century sudah terjadi sejak 2005. Artinya, Century telah menghadapi masalah jauh sebelum krisis global 2008. “Menyalahkan krisis global untuk menutupi tindakan kriminal di Century merupakan kejahatan terhadap hak-hak rakyat!,” ujarnya dihadapan puluhan wartawan media cetak dan elektronik.

Seperti terungkap dalam laporan audit investigasi BPK perampokan uang negara dalam bail out Century justru telah melanggar berbagai peraturan dan perundang-undangan Bank Indonesia.

BI yang saat itu dipimpin Boediono telah melakukan berbagai perubahan aturan sebagai akal-akalan untuk menjustifikasi transaksi tersebut. Sebagai contoh syarat yang mewajibkan bank mempunyai rasio kecukupan modal minimal 8% untuk mendapatkan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP). “Boedino merubahnya menjadi berapa saja walaupun 1%, asalkan tidak tidak negatif” paparnya.

Padahal di dalam laporan audit BPK tersebut disebutkan bahwa rasio kecukupan modal semua bank saat itu di atas 8% kecuali Century. “Dengan demikian perubahan peraturan itu pada hakikatnya hanya sebagai akal-akalan untuk melakukan bail out terhadap Bank Century!” tansanya.

Di samping itu TIB pun mendukung kesimpulan BPK yang menyatakan bahwa alasan penetapan sistemik atas Bank Century oleh Bank Indonesia dan Menteri Keungan Sri Mulyani yang berkapasitas sebagai Ketua KSSK sangat lemah dan tidak memiliki landasan kuat.

Argumen Boediono dan Sri Mulyani yang menyatakan kasus Century akibat krisis global justru menunjukkan ada indikasi kuat bahwa KSSK menjadikan kasus individu Century sebagai justifikasi bail out itu.

“Padahal kasus Century merupakan kasus kriminal individu bank sebuah bank kecil yang pengaruhnya tidak akan signifikan terhadap industri perbankan,” sanggah Hendri.

TIB pun menyatakan semestinya yang dilakukan BI adalah melakukan kebijakan kanalisasi terhadap kasus Bank Century dengan meyakinkan publik bahwa kasus Century tidak terkait dengan krisis ekonomi. “Semestinya BI menindak tegas dengan menutup Century dan menindak tegas semua pelanggaran yang terjadi,pastilah kredibilitas otoritas perbankan akan meningkat!” tandasnya.

Namun sayang, BI melakukan hal yang sebaliknya terhadap perampokan yang terjadi di bank yang nilai share aset dan DPK-nya di dalam perbankan nasional yang hanya 0,69% dan 0,64% itu. Sehingga TIB menyimpulkan bahwa telah terjadi penyalahgunaan wewenang oleh para pengambil kebijakan dalam kasus Century tersebut.

Sebenarnya, itu saja merupakan bukti yang lebih dari cukup untuk men-Syahrir Sabrin dan Burhanuddin Abdullahkan Boediono.[] joko prasetyo





© 2009 MediaUmat
Diizinkan menyebarluaskan artikel dalam website ini dengan mencantumkan sumber mediaumat.com.